Kereta Senja
Friday, October 7th, 2011
Hari Jum'at, hari kerja terakhir di pekan ini, hari saat jalanan kota akan lebih padat dari biasanya. Hari dimana perjalanan kereta listrik (perkeli) biasanya mengalami gangguan atau keterlambatan.
Aku pun sudah menyiapkan mental menghadapi segala kemungkinan itu, walau fisik terasa sangat lelah setelah satu minggu penuh ini pekerjaan di kantor sangat menyita beban pikiran, tenaga, dan waktu sampai kadang aku harus lembur hingga larut malam.
Kereta api listrik merupakan moda alternatif pilihan utama ku dari dan menuju tempat tinggal di kota satelit yang berjarak sekira 30 km dengan kantor yang terletak di pusat ibukota.
Terhindar dari kemacetan lalu lintas jalan, itulah alasan utamaku memilihnya, meski masih banyak kekurangan di sana sini, seperti seringnya terjadi gangguan persinyalan dan jalur rel, aliran listrik yang tidak stabil, yang berakibat keterlambatan jadwal, pendingin ruangan dalam kereta yang tidak berfungsi, dan yang pasti jumlah kapastias armada yang terbatas, sehingga penumpang harus berjejal penuh sesak di dalam kereta.
Tapi dengan sekelumit problematika itu, aku tetap lebih memilih kereta. Menurutku masih lebih baik berdiri berhimpitan selama 30-40 menit dalam kereta daripada harus duduk di kendaraan menghadapi kemacetan berjam-jam.
Hari itu aku memutuskan untuk pulang lebih awal dari kantor, karena pekerjaan sudah rampung dan beberapa hari berturut-turut aku sudah kerja lembur hingga larut malam untuk menyelesaikannya. Stasiun kereta di siang menjelang sore hari nampak masih lenggang, senangnya pulang di saat jam kantor pada umumnya belum bubar, penumpang belum ramai.
Benar saja, saat kereta pulang ku tiba dan pintu terbuka, isi kereta masih nampak lenggang, banyak ruang dan tempat duduk tersedia. Duduk di KRL (Kereta Listrik), adalah suatu kemewahan yang luar biasa.
Senangnya hatiku, langsung saja kupilih tempat duduk yang masih lega dan serta merta menyandarkan punggung bak seorang raja. Seandainya setiap hari bisa kunikmati pemandangan senja dari kereta sore yang lenggang seperti ini, anganku melayang.
Kupejamkan mata sesaat berusaha menikmati kenyamanan ini, sambil tersenyum perlahan kubuka mata. Untung saja tidak ada yang memperhatikan, jika tidak seseorang bisa saja menganggapku memiliki gangguan kejiwaan.
Kereta pun mulai bergerak meninggalkan stasiun. "Tepat waktu !" ujarku, sambil melayangkan pandangan ke sekelilingku. Ketepatan waktu perkeli di hari Jum'at adalah sesuatu yang patut disyukuri.
Terdapat pemandangan unik yang tak setiap hari kutemui. Kulihat sepasang kakek dan nenek di hadapanku duduk berdekatan dan saling berpelukan.
Akupun terenyuh, MahaSuci Tuhan yang telah menciptakan kasih sayang suci antar sesama manusia. Sepasang suami istri yang hingga lanjut usia masih selalu bersama.
Bahasa tubuh mereka, gerak gerik mereka, seakan menggambarkan bahwa mereka itu satu, layaknya Siti Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, begiu pula sang nenek yang seakan menyiratkan bahwa ia adalah bagian tulang rusuk sang kakek, mereka menyatu dan seakan tak terpisahkan, diciptakan oleh Yang Satu, Sang Khalik Yang Maha Menciptakan.
Lama kuperhatikan pasangan lansia itu, hingga tak terasa kereta sudah mendekati stasiun tempat pemberhentianku. Sang kakek-nenek nampak masih duduk bersama, aku pun beranjak dari tempat duduk kemudian berdiri tepat di depan pintu di samping mereka, lalu ku sapa sejenak, hanya memastikan bahwa pemberhentian mereka tak terlewat.
"Stasiun Rawa Buntu ya Kek ?!" tanya ku
"Iya, nak.. turun di sini ?" tanyanya ramah.
"Iya, kek.. kakek dan nenek turun di mana ?"
"Kami turun di stasiun Serpong" jawabnya, sambil melirik pada sang nenek dan dibalas anggukan, yang cukup meyakinkan bahwa mereka sudah tau arah tujuan dan pemberhentian di stasiun berikutnya.
"Kami dari Bogor, mau nengok putra dan cucu kami di Serpong, Nak" lanjutnya lagi.
"Alhamdulillah yah, kakek sama nenek masih sehat!" jawabku singkat, karena kereta sudah benar-benar berhenti dan pintu pun terbuka.
"Hati-hatii yaaa, Assalammu'alaikum !" salam ku.
"Iyaa, wa'alaikumsalam" balas mereka.
Aku tutup perjalanan hari itu dengan ucapan syukur keselamatan di perjalanan beserta do'a, semoga kelak Allah Swt. mengkaruniakan cinta kasih suci sejati padaku dan pasanganku, yang tak hanya saling memberi dan menerima hingga lanjut usia seperti pasangan tadi, namun juga dipertemukan di tempat terindah di akhirat kelak.
Amiin.