Sunday, October 2nd, 2011 (00:37 WIB)
“Uhuuk… uhukk… uhukk!!!” suara batuk kering terdengar dari dalam kamar, tak henti mengusik ketenangan di sebuah rumah sepanjang malam.
“Sabar ya Pak… besok kita kontrol lagi ke dokter!..” ujar Asri pada lelaki paruh baya, yang tak lain adalah suaminya, seraya mengoleskan minyak kayu putih ke dadanya suaminya itu supaya badannya terasa lebih hangat.
“Iya, Sri.. aku hanya ingin cepat… cepat sembuuh!… sakit yang kuderita ini sudah terlalu membebani keluarga kita” timpal Suardi sedikit tersengal, menahan nyeri di dadanya.
Ia menyadari kondisi keuangan keluarga sederhana itu sudah sangat terbebani dengan biaya pengobatan dirinya, belum lagi tenaga, waktu, dan pikiran keluarga dan saudara-saudara yang lelah tersita.
“Iyaa, kita semua juga ingin agar Bapak cepat sembuh. Bapak jangan banyak pikiran dulu, apalagi masalah kerjaan, yang penting Bapak sembuh dulu..” ujar Asri diakhiri senyuman penuh harap namun dengan mata berkaca-kaca, tak terasa air mata pun menetes di pipinya. Suardi mengangguk sambil menyeka air mata di wajah istrinya itu.
Sudah lebih dari enam bulan, Suardi menderita batuk kering yang cukup kronis. Kerap kali ia merasa sesak nafas setelah beraktivitas. Bahkan, saat beristirahat pun belakangan ini kadang ia merasa sesak, pertanda kondisi kesehatannya yang semakin memburuk. Penyakitnya sudah mencapai taraf komplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh, hingga kini ia mudah lelah dan mulai lumpuh. Ia menderita nyeri punggung yang parah, karena tulang-tulangnya menekan saraf-sarafnya, dan menyebabkan kedua tungkainya lemah.
Suardi yang dulu berbadan tegap dan terlihat kuat pun kini nampak lebih kurus dan memerlukan tongkat untuk membantunya berjalan. Dokter memvonisnya mengidap kanker paru stadium lanjut, kesempatan sembuhnya kurang dari 40% dengan ekspektasi hidup kurang dari tiga bulan lagi.
Sebenarnya usia Suardi belum lah terlalu tua, jika dianalogikan dalam usia dinas di kepegawaian negeri sipil, usianya baru saja akan menginjak masa pensiun. Sepanjang hidupnya ia terkenal sebagai orang yang cukup sehat dan jarang sakit, maka keluarga dan rekan kerjanya pun sangat kaget ketika mendengar vonis dokter tersebut. Selama lebih dari tiga puluh tahun Suardi bekerja di satu perusahaan instalatir listrik. Ia mengawalinya dari posisi teknisi listrik, hingga kini ia menjabat sebagai pengawas. Pekerjaannnya menuntutnya untuk berinteraksi dengan instrumen, peralatan, dan kabel listrik sepanjang waktu.
Ribuan Kilometer kabel listrik telah ia bentangkan bersama tim nya, mulai dari tepi jalan kota ke desa, puncak gunung, tebing, hingga ke dasar lembah, membuat listrik dari pembangkit listrik negara dapat dinikmati masyarakat, bahkan hingga ke pedalaman, terutama di daerah Jawa Barat.
Proyek terakhirnya adalah penyediaan instalasi listrik di Kepulauan Seribu, Pulau Tidung Besar, Tidung Kecil, Untung Jawa, dan sebagainya, namun belum sempat proyek terakhirnya itu rampung, tiba-tiba kondisi kesehatannya menurun bahkan hingga ke titik paling parah. Proyek yang belum selesai itu pun belum menghasilkan, menyebabkan banyak kerugian finansial bagi perusahaannya, hingga ia kehabisan biaya untuk operasi ataupun melanjutkan pengobatan kemotherapi.
…..
“Kamu lihat bentangan kabel listrik itu, Gun ?... Itu semua Bapak bersama teman-teman yang memasang!”.. Ujar Suardi pada anak laki-laki bungsunya. Gunawan, sang anak yang kala itu masih berusia enam tahun pun terperangah “Waah, Bapak hebaat!” serunya penuh bangga.
Percakapan belasan tahun silam itu selalu terngiang dalam kepala Gunawan, ia meresapi betapa besar jasa Bapaknya yang telah berjibaku untuk membiayainya hidup dan sekolahnya, beserta dua saudari perempuannya dari kecil hingga kuliah kini. Kedua kakak perempuannya itu bahkan sudah lulus, Ani baru saja diterima kerja di salah satu konsultan IT sementara Rosi yang tertua sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di Sumatera Utara.
…..
Menurut dokter, kebiasaannya merokok diperparah dengan paparan logam berat jangka panjang selama puluhan tahun itulah yang menyebabkan Suardi menderita kanker paru stadium-IV.
…..
Sampai pada suatu siang, batuk Suardi semakin menjadi hingga tak sadarkan diri, Gunawan, Ani, dan Ibunya pun segera membawanya ke rumah sakit, namun tak banyak yang bisa dilakukan, sakitnya terlampau kronis. Sore itu pun Suardi menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit.
Di hari pemakaman nya, kulihat Gunawan masih sangat terpukul dengan kepergian ayahandanya itu, sebagai anak laki-laki satu-satunya, ia merasa sangat kehilangan dan belum siap mengemban tugas ayahnya menjaga ibu serta saudari perempuannya. Sang bunda pun lebih banyak terdiam dengan tatapan mata kosong. Hanya Ani yang terlihat tegar, Ani pula lah yang pertama kali mendapat informasi vonis dari dokter, karena di keluarganya dia dianggap yang paling kuat dan tenang menghadapi kondisi keluarganya itu.
Pemakaman berlangsung tanpa dihadiri Rosi beserta suami, yang masih belum tiba dari Sumatera Utara , ia berpesan agar jenazah almarhum dapat segera dkebumikan tanpa perlu menanti dirinya demi kemaslahatan bersama.
Banyak pula rekan kerja yang turut hadir melepas kepergian dan mendo’akan almarhum, serta memberi semangat ketabahan kepada keluarganya. Mungkin terbersit di dalam benak mereka, akankah penyakit yang diderita Suardi, rekan kerjanya selama belasan bahkan puluhan tahun itu juga akan menimpa mereka.
No comments:
Post a Comment