Sekadar Mampir

"Seperti halnya pengendara sepeda yang beristirahat sejenak di bawah naungan rindang pepohonan, begitulah kehidupan di dunia ini"

Karena kita hidup hanya sementara, karena kehidupan di dunia ini hanya sekejap saja, karenanya bekal harus dipersiapkan untuk perjalanan menuju kehidupan sebenarnya... karena kita hanya... "sekadar mampir"...

Saturday, October 15, 2011

"Nasi Merah - Punclut" - Day-14 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)


"Nasi Merah - Punclut"
Friday, October 14th, 2011

Punclut yang merupakan singkatan dari Puncak Ciumbuleuit, adalah satu daerah dataran tinggi di Kawasan Bandung Utara yang terkenal sebagai penghasil tanaman sayuran. 
Lokasi kawasan Punclut yang menanjak & berbukit sering digunakan olah penduduk Bandung untuk berolahraga jalan santai, jogging, hingga bersepeda. Bahkan di bagian puncaknya, dimana pusat pemancar radio RRI berada, terdapat areal yang ditujukan untuk track motor cross.


 

Di lokasi itu pula lah terdapat berbagai warung makaan dengan sajian khas nasi merah yang kaya akan Vitamin-B. 

Di tengah dinginnya udara Bandung Utara, hangatnya beras merah ditambah berbagai lauk seperti ayam goreng, ikan mas bakar, tahu tempe, dan aneka pepes akan terasa sangat nikmat. 
Tak lupa lalapan dan sambal pedasnya yang semakin menggugah selera. 

Jika kebetulan anda berkunjung ke Kota bandung, sempatkanlah untuk mengunjungi kawasan Puncak Ciumbuleuit ini, dan cobalah hidangan nasi merahnya, dijamin anda tidak akan menyesal.

"King Chef with KayPanGers" - Day-13 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)


"King Chef with KayPanGers"
Wednesday, October 12th, 2011


KayPang adalah kumpulan rekan-rekan kerja satu kantor yang sering menghabiskan waktu bersama dalam melepaskan diri dari stress karena pekerjaan dan kepenatan di kantor.

Dengan tetap memegang teguh prinsip 'proletar' agar selalu economically-wise, membuat kami memiliki beberapa kesamaan, yakni suka yang 'gratis'an, diskon, promo, dan hal-hal lain yang bisa meng'hemat' ^_^

Nama KayPang sendiri diusulkan oleh salah satu anggota kami, terinspirasi dari nama perguruan / kumpulan pendekar dari kalangan pengemis pada film legendaris Yoko dalam "Return of The Condor Heroes".

Kesamaan lain adalah kesukaan kami pada dunia tarik suara (walaupun suara fals bagai atlet tarik-tambang yang tercekik tali tambang di lehernya) ;p Namun itu tidak menyurutkan semangat kami untuk berkaraoke bersama.


Beberapa kali kami menghabiskan waktu untuk makan bersama di salah satu resto yang berlokasi di Plaza Semanggi, "King Chef", selain lokasinya yang cukup dekat dengan kantor, ternyata tempat makan yang satu ini menawarkan hidangan Chinese-Seafood yang cukup enak di lidah maupun di kantong.





Sapi lada hitam nya cukup sesuai di lidah saya, hidangan lain yang cukup menggugah selera adalah TomYam, Ayam Lemon-Madu, Bebek Pecking, Udang Goreng Gandum, Aneka Kepiting dan Kailan. Sebenarnya menu siomay dim-sum nya cukup terkenal juga, namun saya sendiri belum sempat mencobanya.


Biasanya, setelah makan bersama kami lanjuut karaokean sampai habis suara & tenggorokan meradang menyanyikan lagu yang sangat bervariasi dan playlist yang 'komplikasi', mulai dari lagu HipHop R&B, tembang lawas angkatan lama, ballads, Korean-Mandarin, mellow-gundah-gulana karena C-I-N-T-A, rocks-metal, sampai dangduut.. "kemanaaaaa..kemanaaa!!"... #Gaya Ayu Ting2



KayPang... Rocks!!!

"Sate Ayu - Bojonegoro" - Day-11 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)


"Sate Ayu - Bojonegoro"
Tuesday, October 11th, 2011

Masih seputar wisata kuliner di daerah Bojonegoro. Kali ini penulis ingin bercerita mengenai tempat makan hasil rekomendasi seorang teman yang bertugas di Lapangan Cepu. Dia menawarkan ajakan menjajal hidangan sate kambing khas Bojonegoro, warung sate "Ayu Mbaru" yang berlokasi di Jalan Raya Cepu-Bojonegoro, Padangan, Jawa Timur.

Rumah makan sederhana ini terletak di dekat rel kereta api, di sebuah rumah tinggal yang kemudian garasi dan halaman depannya dialih-fungsikan menjadi rumah makan. Sate kambing adalah menu andalannya, yg terkenal empuk dan enak dengan bumbunya yang kuat meresap.








Pengunjung bisa memilih jenis sate yg dihidangkan, apakah memilih dengan gajih (yg mengandung lemak) atau full-daging only, maupun dikombinasikan dengan ati. Beberapa orang memang menganggap sisipan 'gajih' dalam tusuk sate menambah gurih sate kambing yg dimakan, namun bagi beberapa orang yang sangat menjaga diri dari konsumsi makanan berlemak, tentu saja akan menghindarinya. Pengunjung juga bisa memesan gulai kambing untuk melengkapi menu sate nya.

Secara keseluruhan, memang sate kambing di "Sate Ayu" ini agak berbeda, terutama bumbu kecap dan kacangnya yg mungkin sudah diberi paduan bumbu lokal, sehingga rasa yang dominan adalah manis-pedas.
Daging kambing mudanya cukup empuk dan benar2 gurih, sate dibakar 'well-done' hingga benar2 matang dan sedikit garing sesuai permintaan.

Saran penulis, ketika makan sate disini, sebaiknya anda didampingi orang-orang tersayang anda yang senantiasa mengingatkan agar tidak mengkonsumsi sate kambing berlebihan, karena jika tak dikendalikan, anda akan "nambaah.. lagii... lagii.. dan lagiii... "

Monday, October 10, 2011

"Ayam Bakar Bumbu Rujak - Warung Apung" - Day-10 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)

"Ayam Bakar Bumbu Rujak - Warung Apung"
Monday, October 10th, 2011




Jika saya melakukan tugas lapangan ke Cepu, biasanya saya menyempatkan diri untuk singgah ke Rumah Makan "Warung Apung" di Bojonegoro.
Lokasinya cukup strategis, tepat di tepi jalan utama antar kabupaten, dan tidak jauh dari pusat kota.

Guna lebih menarik minat dan rasa penasaran pengunjung, Rumah Makan ini dengan bangga memasang tagline "Ayam Bakar Terdahsyat di Dunia" (untungnya tidak ditambah embel-embel "dan Akhirat". 



Konsep bangunan dan desain ruangannya cukup unik. Pengunjung disuguhi suasana alam pedesaan, lasehan dalam saung/gubuk beratap jerami di atas kolam ikan. 
 Penataan lampu dan hiasan tanaman serta bunga yang cukup indah, membuat tempat ini cocok untuk acara makan bersama keluarga ataupun bagi pasangan yang mencari susana romantis di kampung halaman. 
Sayangnya, semarak serangga sejenis laron yang berkerumun mendekati sumber cahaya, kadang turut meramaikan jamuan makan malam pengunjung. Mungkin bagian dari suguhan atraksi untuk menguatkan kesan alami.



Ayam bakar bumbu rujaknya sangat khas, memiliki perpaduan rasa manis pedas yang akan memanjakan lidah penikmatnya. 
Ada juga beberapa menu unggulan lain seperti Gurame asam-manis, Tahu pong, yang dapat ditutup dengan berbagai hidangan pencuci mulut, seperti berbagai jenis es campur dan varian jus buah.

Jadi, jika anda kebetulan melewati daerah Bojonegoro, tempat ini adalah rumah makan yang layak dikunjungi dan jangan sampai terlewatkan.

Sunday, October 9, 2011

"Sambal Khas Rumah Makan Ampera" - Day-9 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)

Sambal Khas Rumah Makan "Ampera"
Sunday, October 9th, 2011



Memiliki lidah Sunda tentunya membuat saya tak bisa dipisahkan dengan sambal dan lalapan dalam menu makanan. Dan sambal terasi khas ala Rumah Makan "Ampera" adalah salah satu yang paling terkenal enak dan saya sukai. Sambalnya terdiri dari banyak ragam dan bermacam, mulai dari yang manis-agak pedas (sambal kecap), pedas-sedang, hingga yang pedas “pisan" (alias sangat pedas).





Dipadu dengan lalapan dedaunan dan sayuran segar, sambal "Ampera" siap menemani dan menjadikan semua hidangan menjadi lebih nikmat mulai dari ayam dan ikan bakar maupun goreng, tahu-tempe, perkedel kentang, dendeng serta gepuk daging sapi dan lain sebagainya.

"Kereta Senja" - Day-7 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)

Kereta Senja
Friday, October 7th, 2011 


Hari Jum'at, hari kerja terakhir di pekan ini, hari saat jalanan kota akan lebih padat dari biasanya. Hari dimana perjalanan kereta listrik (perkeli) biasanya mengalami gangguan atau keterlambatan. 

Aku pun sudah menyiapkan mental menghadapi segala kemungkinan itu, walau fisik terasa sangat lelah setelah satu minggu penuh ini pekerjaan di kantor sangat menyita beban pikiran, tenaga, dan waktu sampai kadang aku harus lembur hingga larut malam. 




Kereta api listrik merupakan moda alternatif pilihan utama ku dari dan menuju tempat tinggal di kota satelit yang berjarak sekira 30 km dengan kantor yang terletak di pusat ibukota. 

Terhindar dari kemacetan lalu lintas jalan, itulah alasan utamaku memilihnya, meski masih banyak kekurangan di sana sini, seperti seringnya terjadi gangguan persinyalan dan jalur rel, aliran listrik yang tidak stabil, yang berakibat keterlambatan jadwal, pendingin ruangan dalam kereta yang tidak berfungsi, dan yang pasti jumlah kapastias armada yang terbatas, sehingga penumpang harus berjejal penuh sesak di dalam kereta. 

Tapi dengan sekelumit problematika itu, aku tetap lebih memilih kereta. Menurutku masih lebih baik berdiri berhimpitan selama 30-40 menit dalam kereta daripada harus duduk di kendaraan menghadapi kemacetan berjam-jam.



Hari itu aku memutuskan untuk pulang lebih awal dari kantor, karena pekerjaan sudah rampung dan beberapa hari berturut-turut aku sudah kerja lembur hingga larut malam untuk menyelesaikannya. Stasiun kereta di siang menjelang sore hari nampak masih lenggang, senangnya pulang di saat jam kantor pada umumnya belum bubar, penumpang belum ramai.

Benar saja, saat kereta pulang ku tiba dan pintu terbuka, isi kereta masih nampak lenggang, banyak ruang dan tempat duduk tersedia. Duduk di KRL (Kereta Listrik), adalah suatu kemewahan yang luar biasa. 

Senangnya hatiku, langsung saja kupilih tempat duduk yang masih lega dan serta merta menyandarkan punggung bak seorang raja. Seandainya setiap hari bisa kunikmati pemandangan senja dari kereta sore yang lenggang seperti ini, anganku melayang.

Kupejamkan mata sesaat berusaha menikmati kenyamanan ini, sambil tersenyum perlahan kubuka mata. Untung saja tidak ada yang memperhatikan, jika tidak seseorang bisa saja menganggapku memiliki gangguan kejiwaan.

Kereta pun mulai bergerak meninggalkan stasiun. "Tepat waktu !" ujarku, sambil melayangkan pandangan ke sekelilingku. Ketepatan waktu perkeli di hari Jum'at adalah sesuatu yang patut disyukuri.

Terdapat pemandangan unik yang tak setiap hari kutemui. Kulihat sepasang kakek dan nenek di hadapanku duduk berdekatan dan saling berpelukan.



Akupun terenyuh, MahaSuci Tuhan yang telah menciptakan kasih sayang suci antar sesama manusia. Sepasang suami istri yang hingga lanjut usia masih selalu bersama. 

Bahasa tubuh mereka, gerak gerik mereka, seakan menggambarkan bahwa mereka itu satu, layaknya Siti Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, begiu pula sang nenek yang seakan menyiratkan bahwa ia adalah bagian tulang rusuk sang kakek, mereka menyatu dan seakan tak terpisahkan, diciptakan oleh Yang Satu, Sang Khalik Yang Maha Menciptakan.

Lama kuperhatikan pasangan lansia itu, hingga tak terasa kereta sudah mendekati  stasiun tempat pemberhentianku. Sang kakek-nenek nampak masih duduk bersama, aku pun beranjak dari tempat duduk kemudian berdiri tepat di depan pintu di samping mereka, lalu ku sapa sejenak, hanya memastikan bahwa pemberhentian mereka tak terlewat.

"Stasiun Rawa Buntu ya Kek ?!" tanya ku

"Iya, nak.. turun di sini ?" tanyanya ramah.

"Iya, kek.. kakek dan nenek turun di mana ?"

"Kami turun di stasiun Serpong" jawabnya, sambil melirik pada sang nenek dan dibalas anggukan, yang cukup meyakinkan bahwa mereka sudah tau arah tujuan dan pemberhentian di stasiun berikutnya. 

"Kami dari Bogor, mau nengok putra dan cucu kami di Serpong, Nak"  lanjutnya lagi.


"Alhamdulillah yah, kakek sama nenek masih sehat!" jawabku singkat, karena kereta sudah benar-benar berhenti dan pintu pun terbuka.


"Hati-hatii yaaa, Assalammu'alaikum !"  salam ku.


"Iyaa, wa'alaikumsalam" balas mereka.



Aku tutup perjalanan hari itu dengan ucapan syukur keselamatan di perjalanan beserta do'a, semoga kelak Allah Swt. mengkaruniakan cinta kasih suci sejati padaku dan pasanganku, yang tak hanya saling memberi dan menerima hingga lanjut usia seperti pasangan tadi, namun juga dipertemukan di tempat terindah di akhirat kelak.

Amiin.




Wednesday, October 5, 2011

"Kantuk" - Day-3 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)

Kantuk (Cerpen Mini)
Monday, October 3rd, 2011 (19:07 WIB)

 Adhitia Pramadhita 


 Ia menyapa d saat yg tak kuduga,trus mengikuti saat smalam tak kuturuti,"Tinggalkan aku!Kali ini biarkan ku terjaga!"Teriakku 

"Carcinogen" - Day-2 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)

Carcinogen
Sunday, October 2nd, 2011 (00:37 WIB)




“Uhuuk… uhukk… uhukk!!!” suara batuk kering terdengar dari dalam kamar, tak henti mengusik ketenangan di sebuah rumah sepanjang malam.


“Sabar ya Pak… besok kita kontrol lagi ke dokter!..” ujar Asri pada lelaki paruh baya, yang tak lain adalah suaminya, seraya mengoleskan minyak kayu putih ke dadanya suaminya itu supaya badannya terasa lebih hangat.


“Iya, Sri.. aku hanya ingin cepat… cepat sembuuh!… sakit yang kuderita ini sudah terlalu membebani keluarga kita” timpal Suardi sedikit tersengal, menahan nyeri di dadanya.
Ia menyadari kondisi keuangan keluarga sederhana itu sudah sangat terbebani dengan biaya pengobatan dirinya, belum lagi tenaga, waktu, dan pikiran keluarga dan saudara-saudara yang lelah tersita.


“Iyaa, kita semua juga ingin agar Bapak cepat sembuh. Bapak jangan banyak pikiran dulu, apalagi masalah kerjaan, yang penting Bapak sembuh dulu..” ujar Asri diakhiri senyuman penuh harap namun dengan mata berkaca-kaca, tak terasa air mata pun menetes di pipinya. Suardi mengangguk sambil menyeka air mata di wajah istrinya itu.




Sudah lebih dari enam bulan, Suardi menderita batuk kering yang cukup kronis. Kerap kali ia merasa sesak nafas setelah beraktivitas. Bahkan, saat beristirahat pun belakangan ini kadang ia merasa sesak, pertanda kondisi kesehatannya yang semakin memburuk. Penyakitnya sudah mencapai taraf komplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh, hingga kini ia mudah lelah dan mulai lumpuh. Ia menderita nyeri punggung yang parah, karena tulang-tulangnya menekan saraf-sarafnya, dan menyebabkan kedua tungkainya lemah.
Suardi yang dulu berbadan tegap dan terlihat kuat pun kini nampak lebih kurus dan memerlukan tongkat untuk membantunya berjalan. Dokter memvonisnya mengidap kanker paru stadium lanjut, kesempatan sembuhnya kurang dari 40% dengan ekspektasi hidup kurang dari tiga bulan lagi.
Sebenarnya usia Suardi belum lah terlalu tua, jika dianalogikan dalam usia dinas di kepegawaian negeri sipil, usianya baru saja akan menginjak masa pensiun. Sepanjang hidupnya ia terkenal sebagai orang yang cukup sehat dan jarang sakit, maka keluarga dan rekan kerjanya pun sangat kaget ketika mendengar vonis dokter tersebut.


Selama lebih dari tiga puluh tahun Suardi bekerja di satu perusahaan instalatir listrik. Ia mengawalinya dari posisi teknisi listrik, hingga kini ia menjabat sebagai pengawas. Pekerjaannnya menuntutnya untuk berinteraksi dengan instrumen, peralatan, dan kabel listrik sepanjang waktu.
Ribuan Kilometer kabel listrik telah ia bentangkan bersama tim nya, mulai dari tepi jalan kota ke desa, puncak gunung, tebing, hingga ke dasar lembah, membuat listrik dari pembangkit listrik negara dapat dinikmati masyarakat, bahkan hingga ke pedalaman, terutama di daerah Jawa Barat.

Proyek terakhirnya adalah penyediaan instalasi listrik di Kepulauan Seribu, Pulau Tidung Besar, Tidung Kecil, Untung Jawa, dan sebagainya, namun belum sempat proyek terakhirnya itu rampung, tiba-tiba kondisi kesehatannya menurun bahkan hingga ke titik paling parah. Proyek yang belum selesai itu pun belum menghasilkan, menyebabkan banyak kerugian finansial bagi perusahaannya, hingga ia kehabisan biaya untuk operasi ataupun melanjutkan pengobatan kemotherapi.
…..





“Kamu lihat bentangan kabel listrik itu, Gun ?... Itu semua Bapak bersama teman-teman yang memasang!”.. Ujar Suardi pada anak laki-laki bungsunya. Gunawan, sang anak yang kala itu masih berusia enam tahun pun terperangah “Waah, Bapak hebaat!” serunya penuh bangga.

Percakapan belasan tahun silam itu selalu terngiang dalam kepala Gunawan, ia meresapi betapa besar jasa Bapaknya yang telah berjibaku untuk membiayainya hidup dan sekolahnya, beserta dua saudari perempuannya dari kecil hingga kuliah kini. Kedua kakak perempuannya itu bahkan sudah lulus, Ani baru saja diterima kerja di salah satu konsultan IT sementara Rosi yang tertua sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di Sumatera Utara.
…..


Industri kabel memerlukan Timbal (Pb) serta campuran berbagai logam, seperti; Kadmium (Cd), Besi (Fe), Khromium (Cr), Aurum (Au), Nikel (Ni), dan Arsenik sebagai bahan baku utamanya. Logam-logam berat yang bersifat karsinogen tersebut dapat terpapar ke dalam jaringan tubuh manusia melalui saluran pernafasan (inhalsi). Selain itu PVC yang digunakan sebagai insulasi kabel listrik, jika terpapar api/ panas tertentu dapat menghasilkan asap HCl yang dapat menyebabkan fibrosis paru.

Menurut dokter, kebiasaannya merokok diperparah dengan paparan logam berat jangka panjang selama puluhan tahun itulah yang menyebabkan Suardi menderita kanker paru stadium-IV.
…..


Sampai pada suatu siang, batuk Suardi semakin menjadi hingga tak sadarkan diri, Gunawan, Ani, dan Ibunya pun segera membawanya ke rumah sakit, namun tak banyak yang bisa dilakukan, sakitnya terlampau kronis. Sore itu pun Suardi menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit.

Di hari pemakaman nya, kulihat Gunawan masih sangat terpukul dengan kepergian ayahandanya itu, sebagai anak laki-laki satu-satunya, ia merasa sangat kehilangan dan belum siap mengemban tugas ayahnya menjaga ibu serta saudari perempuannya. Sang bunda pun lebih banyak terdiam dengan tatapan mata kosong. Hanya Ani yang terlihat tegar, Ani pula lah yang pertama kali mendapat informasi vonis dari dokter, karena di keluarganya dia dianggap yang paling kuat dan tenang menghadapi kondisi keluarganya itu.
Pemakaman berlangsung tanpa dihadiri Rosi beserta suami, yang masih belum tiba dari Sumatera Utara, ia berpesan agar jenazah almarhum dapat segera dkebumikan tanpa perlu menanti dirinya demi kemaslahatan bersama.

Banyak pula rekan kerja yang turut hadir melepas kepergian dan mendo’akan almarhum, serta memberi semangat ketabahan kepada keluarganya. Mungkin terbersit di dalam benak mereka, akankah penyakit yang diderita Suardi, rekan kerjanya selama belasan bahkan puluhan tahun itu juga akan menimpa mereka.

Thursday, July 21, 2011

Setidaknya Saya Masih Bisa Bersyukur

by Furiyani Nur Amalia on Monday, July 18, 2011 at 4:30am

Catatan harian salah satu dari puluhan guru muda dalam program "Indonesia Mengajar" di pelosok Sulawesi Utara ini saya kutip dari milis [KRLMania.Com] berupa pesan yang diteruskan dari milis jurusan di salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surabaya

Selamat siang Sabtu. Deras hujan tadi pagi tidak berjejak sama sekali di siang ini. Hari ini panas luar biasa. Entah saya tidak merasakan kapan datangnya Jumat dan kapan munculnya Sabtu. Kesibukan di sekolah dan kegiatan dengan murid-muridku di sore hari, benar-benar mengalihkan duniaku. Belum lagi dengan waktu mengajarku di SMP di ujung gunung, yang sungguh luar biasa.

Rutinitas yang mulai saya geluti beberapa hari terakhir dan sampai satu tahun kedepan. Pagi ke sekolah, siang pulang ke rumah, sore kalau tidak didatangi murid-murid untuk belajar tambahan, ya biasanya kami sedang ada ekskul. Malam, muridku juga sering datang untuk belajar. Kebetulan minggu pertama sekolah ini juga saya gunanakan untuk berkenalan dengan murid-murid di SMP. Jadi saya juga membantu siswa SMP yang hendak belajar.

Sabtu ini, adalah hari ke-delapan dimana tidak ada peradaban listrik di rumah. Listrik? Maksud saya adalah genset. Genset yang hanya menyala dari jam 6 petang sampai jam 9 saja. Selain harga bensin juga semakin meningkat, cuaca buruk akhir-akhir ini tidak memungkinkan bapak angkatku untuk dengan mudah membeli bensin di pulau sebelah. Ditambah lagi tiba-tiba bapak angkatku pergi ke Manado 2 hari yang notabene, sang pengambil bensin tidak ada. Selain itu tiba-tiba genset di rumah rusak, tidak bisa di perbaiki. Dengan segenap hati ibu menyuruh orang membetulkannya, tapi hasilnya nihil. Genset tak kunjung bisa. Walhasil, kami berdua mulai berteman dengan petromax dan lampu minyak. Bagaimana dengan kehidupan hape dan laptop saya? Saya harus naik gunung ke rumah penduduk dusun atas yang mempunyai genset untuk saya minta atau beli listrinya untuk sekedar mengecharge laptop atau handphone. Itu hanya bertahan satu hari, karena letaknya jauh dan malam, juga jika hujan akan becek, akhirnya hari berikutnya saya menyeberang ke pulau sebelah sekedar mencari listrik.

Di tengah keputus asaan itu, masih teringat betul perkataan kedua teman saya Kiki dan Luthfi dimana desanya benar-benar krisis listrik. Letak pulaunya cukup jauh dari pasar untuk membeli bensin guna mengisi gensetnya dan ombak di daerah keduanya terkenal yang paling tinggi. “Sekarang, listrik adalah barang mewah, Fur. Aku harus membayar ke orang yang mau berjualan, satu jam lima ribu, dan itu pun yang antri panjang sekali. Juga yang berjualan hanya sewaktu-waktu datang. Jadi tidak setiap hari. Hari-hariku penuh dengan lampu minyak. Dan berdoa semoga minyak tidak langka. Ya kalau langka bisa-bisa aku hidup pakai api unggun”

Ya Allah, saya bersyukur, nyiur-nyiur disini masih tumbuh dengan subur. Berteduh disini serasa damai. Melepas penat sejenak, sebelum sebentar lagi saya akan melanjutkan mengajar di SMP yang letaknya di ujung gunung. Merasakan sepoi angin tanpa polusi, sunyi dan tenang merupakan anugerah yang  jarang saya temui di kehidupan kota. Ya, walau hanya sebentar. Setelah ini, saya harus ke ujung bukit bersama mama piara untuk mengambil air. Sudah 2 hari ini saluran air rumah kami terputus, karena di seruduk babi hutan. Bambunya rusak dan tidak bisa disambung lagi.

Kemarin waktu saya dan muridku ke atas bukit tempat sumber air, bambunya sudah patah dan penyangganya roboh. Jadi pasokan air bersih kami mati total selama 2 hari ini, ya mungkin sampai menunggu bapak pulang dari Manado yang masih belum kapan. Orang yang biasanya sering mengambil bambu di hutan juga tidak bisa diandalkan. Orangnya pergi ke pulau seberang sementara waktu.  Akhirnya, saya setiap pagi, siang seperti ini, dan menjelang sore nanti, harus mengambil air di dalam curigen 5 liter di atas bukit. Dua curigen 5 liter, masing-masing tangan membawa. Sekali lagi, jangan tanya jalanannya, sangat menanjak dan melelahkan. Tadi pagi, air yang saya bawa dari yang penuh hanya tinggal separuhnya. Mama piara hanya tertawa kasian melihat saya, seraya minta maaf.
 Hah!Betapa lemahnya saya :)

Ketika penat menghampiri dan dalam kesendirian seperti ini, saya memang harus lebih banyak bersyukur, bersyukur saya masih diberikan sehat, dan bersyukur mata air di puncak bukit itu tidak pernah kering. Berkaca dari teman saya di pulau Lipaeng yang amat susah air, dia selalu mengingatkan saya “Bersyukur Fur, masih ada air setiap saat, kalau di tempatku air ada dengan hanya mengandalkan doa, berdoa semoga Allah memberikan berkahNya lewat hujan, jadi kami bisa mendapat air dan bisa mandi”. Daerah tempat tinggalnya terkenal dengan ombak tinggi dan sulit air. Air yang di dapat berasal dari air tadah hujan.

Ombak di pulau sekarang sedang tinggi, jadi sementara saya mengajar, saya libur ke pasar. Dan ketika saya mengambil air di bukit, saya juga harus mencari kayu bakar dan sayuran di kebun dengan menenteng tas keranjang di punggung. Alhamdulilah tanah di sini subur. Masyarakat disini benar-benar menjaganya. Jadi saat musim sulit ikan atau ombak tinggi, masyarakat sudah antisipasi untuk menanam sayuran atau rempah-rempah sebagai. Ya walaupun di bukit, yang kanan kirinya adalah jurang. Jika terjatuh, kalian akan sulit ditemukan :(

Teman, jika kalian sekarang merasa lelah, lelah atas rutinitas yang kalian lakukan seharian ini. Bersyukurlah, setidaknya kalian  masih sehat dan bisa melakukan refreshing ke suatu tempat. Atau kalian bisa menelpon orang tua, sahabat dan teman, setidaknya sinyal kalian melimpah ruah. Tantangan geografis menyebabkan kami bersembilan cukup sulit dalam hal komunikasi. Selain harus menuju laut atau dermaga terdekat untuk mengharap sinyal, atau menghubungi salah satu teman saya yang di perbatasan harus menggunakan radio di pelabuhan dengan menunjuk frekuensi tertentu. Lalu pesannya, akan disampaikan kemudian.  Kode bagi kamu jika ingin menghubungi adalah, “tes..tes disini cakalang 1, menghubungi paus 1. Ganti!”. Pengalaman yang luar biasa bagi saya. Oleh karena itu, jangan sampai putus silaturahim yaaa..

Jika kalian merasa lapar dan tidak bisa keluar rumah karena hujan, jangan mengutuki hujan. Ingatlah, hujan adalah berkah bagi sebagian kami disini. Jikalau lapar, bersyukurlah setidaknya kalian tidak perlu mengambil kayu bakar, karena minyak disana tidak selangka disini, atau kalian bisa memakai bahan bakar LPG? Ya, walaupun ujung-ujungnya hanya berjalan kaki sebentar ke warung pinggir jalan. Dan kalian tidak perlu mengambil dan jalan ke bukit untuk mengambil sayuran sekenanya yang bisa dimakan. Kalaulah kalian masih malas melakukan sesuatu? Segera pergilah, karena disana tidak ada ombak tinggi yang jadi tantangan untuk kalian berangkat. Dan teman, jika kalian merasa hidup kalian begitu membosankan, ingatlah bahwa Allah sudah begitu adil mengatur jalan hidup kita. Jika kalian lelah, capek, haus, lapar, entah kata apapun itu, ingatlah setidaknya itu hanya terjadi pada hari ini. Dan besok, kalian tidak akan mengulangnya.

Jangan mengeluh atas apa yang kamu keluhkan, jangan mengeluh atas kekurangan yang kalian punya, karena yakinlah apa yang kalian keluhkan adalah rutinitas yang sering orang lain timpa dan kekurangan kalian adalah kelebihan yang orang lain belum punya. Carilah sampai hal yang paling kecil yang patut kalian syukuri, jangan sampai mengeluh.

Di sini, ketika penat dan peluh bercucuran, suara panggilan mama piara yang mengajak saya untuk ke bukit, sebelum saya mengajar ke SMP setelahnya, setidaknya saya bersyukur saya masih di beri sehat dan kekuatan stamina yang baik. Ketika bosan menghampiri, bersyukurlah saya dikaruniai murid-murid yang luar biasa kocaknya. Yang benar-benar mengisi hari-hariku dengan celotehannya :)

Ya, minimal kita masih bisa bersyukur bukan? Tetap semangat dan selalu berpikiran positiv!

Furi, di spot 3 bawah pohon kelapa reot :)

Oleh-oleh dari Gunung Geulis

Tulisan ini saya kutip dari 'note' Om Eko Siswanto dalam 'fb' group "MTB-XC" Cordoba, semoga bisa menginsiparsi kita semua, dan membuat kita lebih bersyukur.

Sekelumit kisah di balik bersepeda

by Eko Siswanto on Tuesday, July 19, 2011 at 7:08am


Selesai bersepeda dari Gn Geulis dan kembali ke parkiran di Petronas Sentul,  nampak 3 sosok gadis kecil yang dengan muka polos dan gigih menawarkan dagangannya berupa keripik pisang kepada  setiap pengunjung di rumah makan  yang ada di situ.
  

tiga anak perempuan penjaja keripik pisang (berfoto bersama Om Nando)



Terkesiap ketika mengetahui mereka baru kelas 4 dan kelas 6 SD di sebuah sekolah dasar di Babakan Madang, yang demi terus bisa bersekolah mereka rela melepaskan  ruang dan waktu bermain hanya untuk menjajakan keripik pisang agar kesinambungan di jenjang sekolah tidak terputus.

Usai  menjajakan dagangan mereka baru menyempatkan diri untuk sekedar belajar, letih yang mendera pun tidak dirasa.
Melakoni kehidupan yang seperti itu pun bagi mereka bukan merupakan pilihan, mereka tidak bisa meraup takdir  untuk sekedar bisa bermain seperti anak seusia mereka, mereka pun tidak bisa dengan leluasa menyimak dan menyerap semua pelajaran di kelas karena sepenggal waktu belajar mereka harus diisi dengan upaya mencari nafkah.

Langkah kaki mungil mereka begitu riang menghampiri setiap insan yang baru tiba maupun yang akan meninggalkan rumah makan ini, dengan sopan tanpa ada kesan memaksa, dan tanpa ingin mencitrakan kesan iba, mereka menawarkan dagangan keripik pisangnya dengan –menurut mereka—memiliki kelebihan aroma  maupun rasa.

Sejurus ada perasaan tercekat di tenggorokan tatkala menatap sosok mereka yang sepantaran dengan putri saya yang kelas 6 maupun anak lain yang sebaya, yang bisa dengan leluasa mempunyai waktu bermain dan bersenda gurau. Hanya selemparan batu jauhnya dari tempat ini, ratusan anak seusia mereka tengah bergembira bermain di arena outbond nan megah di kawasan perumahan elit ini.

Ya Allah ya Rabb, rentangkanlah segenap rahmat Mu kepada ketiga anak nan gigih ini, limpahilah mereka dengan ridha Mu, dan lindungilah mereka selalu dalam meniti karang kehidupan yang begitu  keras.
Dan salut kepada pengelola SPBU dan rumah makan ini yang satpamnya tidak pernah mengusik mereka, tidak pernah melarang mereka dalam menjalani roda kehidupan , biarkan mereka menjalani kehidupan dengan cara mereka, karena bila mereka mencari nafkah di jalanan, bahaya yang lebih besar akan mengancam sosok mungil mereka.

Semoga di penantian datangnya bulan Ramadhan ini, kita bisa mengambil hikmah dari kisah di atas dan mensyukuri segala nikmat Illahi.

Saturday, May 14, 2011

[MTB-XC] Gowes 25 Km seputar BSD (Rawa Kalong, Setu)





Hari ini, saya bergabung dgn Group MTB-XC Cordoba, memenuhi undangan Gowes Om Eko Siswanto. Tidak seperti biasanya dimana Hari Sabtu selalu ditujukan group MTB-XC untuk gowes jarak jauh, namun kali ini Om Eko mengajak gowes nyantai jarak dekat (sekitar BSD), 25 Km (mungkin karena memang beliau ada pekerjaan yang harus ditunaikan).

Newbie yang memang belum terbiasa gowes jarak jauh, tidak menyianyiakan kesempatan untuk bergabung dengan para pesepeda semi-pro ini, selain tempat berkumpulnya yang cukup dekat dengan tempat tinggal saya (Ruko Cordoba), ajang gowes ini bisa menjadi pembelajaran untuk 'newbie' yang biasa gowes jarak dekat saja.




Dengan berbekal senjata andalan (GPS), Om Eko memimpin rombongan dengan pasti. Menelusuri jalan setapak, melewati setidaknya empat lapangan bola, jalur single track nan becek, gang-gang sempit, bahkan halaman belakang rumah penduduk... "Maaf, Punten, Permisssiii, Pak.. Buu !"... adalah salam yang selalu kami ucapkan setiap melintasi penduduk.


Di tengah perjalanan, Kami beristirahat di Warung Kopi Rawa Kalong, menurut Om Eko sebenarnya ada Warung Soto Mie yang enak di sini, sayang kebetulan pagi itu tutup.



Gowes kali ini kategori sedang bahkan dengan jarak relatif dekat, tapi tetap koq 'newbie' merasa lutut lumayan 'cenat cenut' ya?!... mungkin karena belum terbiasa dan kurang latihan.. masih ga habis pikir dengan Om Eko yang biasa gowes 90-120 km... harus bawa lutut cadangan kayanya ni.. hehe2...

Sunday, May 1, 2011

"Graveyard" Downhill



Turunan kuburan adalah salah satu turunan di Track Off-road Jalur Pipa Gas (JPG). Terdiri dari dua turunan dengan kategori curam "sedang" berturut-turut, namun dataran di antara keduanya cukup landai untuk pesepeda berhenti sejenak selepas melewati turunan pertama, untuk mengurangi kecepatan sebelum melanjutkan melewati turunan kedua.

Dalam beberapa situasi, kecepatan sepeda perlu dikurangi di sini, karena selepas turunan kedua, membentang jembatan bambu dilanjutkan single-track yang cukup berlumpur jika track diguyur hujan pada malam sebelumnya. Jalur sempit di tengah sawah membuat para sepeda mengantri sebelum melanjutkan menanjak berbelok-curam"sedang" di depan nya, terutama ketika jalur cukup ramai (biasanya pada akhir pekan).
Jika pada saat turunan sebelumnya pesepeda tidak mengurangi kecepatan, dikhawatirkan bisa menabrak pesepeda di depannya yang sedang mengantri atau malah hilang keseimbangan dan terjatuh ke anak sungai maupun terjerembab ke sawah.



Dinamakan Turunan "Kuburan", karena memang di bagian landai yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat makam penduduk tepat di sebelah kiri track sepeda, artinya makam tersebut dilewati puluhan bahkan ratusan pesepeda yang berkunjung ke JPG (terutama pada akhir pekan).


Di satu sisi, hal ini baik bagi para pesepeda untuk senantiasa mengingat kematian di sela-sela aktifitas seru berolah raga sepeda MTB di akhir pekan, pengingat kita bahwa kaki yang kita gunakan untuk mengayuh pedal suatu saat akan terkubur, diam tak bergerak. Menyadarkan kita kembali bahwa tubuh yang mengendalikan keseimbangan sepeda ini, suatu saat akan terbujur kaku tak berdaya di alam kubur sana. Dan semoga segala aktivitas kita mendapat ridha dari Yang Maha Kuasa.

Di sisi lain, para pesepeda juga harus tetap menghormati para keluarga almarhum/ah, dengan berhati-hati ketika melewatinya, senantiasa menjaga kebersihan dan kerapihan makam, jangan sampai jejak sepeda kita mengotori bahkan merusak tanah di sekitar makam. Bagi yang muslim, sebaiknya mengucapkan salam dan mendo'akan semoga para almarhum/ah diampuni dari segala dosa serta dijauhkan dari azab kubur.

Intinya sedapat mungkin kita selalu meminimasi efek negatif dari aktifitas gowes kita, dan sebaliknya memaksimalkan dampak positif dari kegiatan kita bersepeda.

-Ride with Style, Ride with Ethics-
"Take nothing but photos, leave nothing but trace".

Monday, April 25, 2011

Mari berkenalan dengan Track JPG

 
"Selamat datang di JPG (Jalur Pipa Gas) Mountain Bike Park (MTB)".
Spanduk JPG MTB Park Community menyambut kedatangan para pesepeda.

Sumber : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2460870

JPG™ berada di antara Bintaro Sektor IX (Sekolah Jepang/Permata Bintaro) dengan BSD Sektor XIV (Nusa loka/Polsek Serpong). Atau lebih tepatnya basecamp JPG™ berada di Desa Lengkong Gudang Timur Jl. Astek Jombang - Tangerang Selatan Banten. 
Kordinat S6 17′.660″ / E106 41’410″

Sementara ini ada 3 track yang tersedia yaitu
1. Track Utama JPG (6,2 Km)
2. Jalur Wisata JPG (4,6 Km)
3. Track JPG Kecil (2 Km)

More info : http://www.jalurpipagas.co.nr/


 
 Selamat datang di Track Utama jalur off-road JPG

inilah turunan pertama di jalur ini, turunan yang cukup mengasyikan dilewati dengan kecepatan tinggi, jembatan bambu dan tanjakan telah menanti di hadapan selepas turunan ini.



 





maksud hati ingin melihat para "bidadari' mandi, apa daya, yang terlihat hanya para "bidadara" berkumis sedang berlomba menangkap ikan ("guyang di balong"-Sundanese)


satu group pesepeda sedang bermain "fun games" di lokasi lapangan bola, di bawah naungan rindangnya pepohonan.


"Roller Coaster" adalah spot yang cukup menantang, terkenal banyak memakan "korban" pesepeda yang belum menguasai teknik mengarungi turunan curam lalu menerjang tanjakan terjal, beberapa terhenti pada saat hampir sampai di seberang. Pada kondisi licin, ban yang kurang "menggigit" akan kesulitan, karena "loss" pada saat digowes ketika menanjak extreme.



 beberapa tanjakan cukup licin untuk didaki






turunan tajam yang langsung menikung, jika salah antisipasi bisa-bisa malah jadi nyebur ke sungai
(kadang berharap ada "bidadari" khayangan turun mandi di  kali, namun melihat tingkat sedimen yang sangat tinggi dan air sungai yang berlumpur hampir dipastikan tidak akan ada bidadari yang mandi di sini, bahkan ikan atau biawak betina pun tidak nampak ^_^
Bermain lumpur dan air sungai mengingatkan saya akan masa kecil yang saya habiskan di Kampung Halaman Uyut saya, Cipendeuy-Ciroyom, Kab. Bandung.



Tanjakan "Pasrah" terlalu licin untuk dilewati dengan menggowes sepeda, bahkan dengan mendorong pun masih terasa sulit

 
para pesepeda juga harus hati-hati terhadap kerbau yang sedang marah, apalagi jika mengenakan jersey berwarna "merah"

Cekungan tanah hasil "cut" and "fill" membentuk track menyerupai mangkok, pesepeda meluncur dari turunan curam di satu sisi, kemudian memanfaatkan energi potensial dan gaya gravitasi, menerjang tanjakan terjal (beberapa orang yang sudah terlatih bahkan membuatnya melompat di bagian akhir tanjakan), bagi pemula disarankan untuk mengurangi kecepatan pada saat akan menanjak untuk mengurangi tingginya lompatan (pastikan berat badan berpindah ke bagian belakang ketika melompat "jumping")



 Track favorite untuk BMX "dirt jumper" yang mengandalkan speed dan kemampuan menggenjot "pumping" shock-suspension sepeda.




 
track diakhiri dengan finish kembali ke Waroeng Mpok, saatnya menikmati Air Kelapa-Jeruk sambil mengobrol dan menanti sepeda yang bersimbah lumpur dicuci dan tubuh yang bermandi keringat beristirahat.