Sekadar Mampir

"Seperti halnya pengendara sepeda yang beristirahat sejenak di bawah naungan rindang pepohonan, begitulah kehidupan di dunia ini"

Karena kita hidup hanya sementara, karena kehidupan di dunia ini hanya sekejap saja, karenanya bekal harus dipersiapkan untuk perjalanan menuju kehidupan sebenarnya... karena kita hanya... "sekadar mampir"...

Saturday, October 15, 2011

"Nasi Merah - Punclut" - Day-14 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)


"Nasi Merah - Punclut"
Friday, October 14th, 2011

Punclut yang merupakan singkatan dari Puncak Ciumbuleuit, adalah satu daerah dataran tinggi di Kawasan Bandung Utara yang terkenal sebagai penghasil tanaman sayuran. 
Lokasi kawasan Punclut yang menanjak & berbukit sering digunakan olah penduduk Bandung untuk berolahraga jalan santai, jogging, hingga bersepeda. Bahkan di bagian puncaknya, dimana pusat pemancar radio RRI berada, terdapat areal yang ditujukan untuk track motor cross.


 

Di lokasi itu pula lah terdapat berbagai warung makaan dengan sajian khas nasi merah yang kaya akan Vitamin-B. 

Di tengah dinginnya udara Bandung Utara, hangatnya beras merah ditambah berbagai lauk seperti ayam goreng, ikan mas bakar, tahu tempe, dan aneka pepes akan terasa sangat nikmat. 
Tak lupa lalapan dan sambal pedasnya yang semakin menggugah selera. 

Jika kebetulan anda berkunjung ke Kota bandung, sempatkanlah untuk mengunjungi kawasan Puncak Ciumbuleuit ini, dan cobalah hidangan nasi merahnya, dijamin anda tidak akan menyesal.

"King Chef with KayPanGers" - Day-13 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)


"King Chef with KayPanGers"
Wednesday, October 12th, 2011


KayPang adalah kumpulan rekan-rekan kerja satu kantor yang sering menghabiskan waktu bersama dalam melepaskan diri dari stress karena pekerjaan dan kepenatan di kantor.

Dengan tetap memegang teguh prinsip 'proletar' agar selalu economically-wise, membuat kami memiliki beberapa kesamaan, yakni suka yang 'gratis'an, diskon, promo, dan hal-hal lain yang bisa meng'hemat' ^_^

Nama KayPang sendiri diusulkan oleh salah satu anggota kami, terinspirasi dari nama perguruan / kumpulan pendekar dari kalangan pengemis pada film legendaris Yoko dalam "Return of The Condor Heroes".

Kesamaan lain adalah kesukaan kami pada dunia tarik suara (walaupun suara fals bagai atlet tarik-tambang yang tercekik tali tambang di lehernya) ;p Namun itu tidak menyurutkan semangat kami untuk berkaraoke bersama.


Beberapa kali kami menghabiskan waktu untuk makan bersama di salah satu resto yang berlokasi di Plaza Semanggi, "King Chef", selain lokasinya yang cukup dekat dengan kantor, ternyata tempat makan yang satu ini menawarkan hidangan Chinese-Seafood yang cukup enak di lidah maupun di kantong.





Sapi lada hitam nya cukup sesuai di lidah saya, hidangan lain yang cukup menggugah selera adalah TomYam, Ayam Lemon-Madu, Bebek Pecking, Udang Goreng Gandum, Aneka Kepiting dan Kailan. Sebenarnya menu siomay dim-sum nya cukup terkenal juga, namun saya sendiri belum sempat mencobanya.


Biasanya, setelah makan bersama kami lanjuut karaokean sampai habis suara & tenggorokan meradang menyanyikan lagu yang sangat bervariasi dan playlist yang 'komplikasi', mulai dari lagu HipHop R&B, tembang lawas angkatan lama, ballads, Korean-Mandarin, mellow-gundah-gulana karena C-I-N-T-A, rocks-metal, sampai dangduut.. "kemanaaaaa..kemanaaa!!"... #Gaya Ayu Ting2



KayPang... Rocks!!!

"Sate Ayu - Bojonegoro" - Day-11 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)


"Sate Ayu - Bojonegoro"
Tuesday, October 11th, 2011

Masih seputar wisata kuliner di daerah Bojonegoro. Kali ini penulis ingin bercerita mengenai tempat makan hasil rekomendasi seorang teman yang bertugas di Lapangan Cepu. Dia menawarkan ajakan menjajal hidangan sate kambing khas Bojonegoro, warung sate "Ayu Mbaru" yang berlokasi di Jalan Raya Cepu-Bojonegoro, Padangan, Jawa Timur.

Rumah makan sederhana ini terletak di dekat rel kereta api, di sebuah rumah tinggal yang kemudian garasi dan halaman depannya dialih-fungsikan menjadi rumah makan. Sate kambing adalah menu andalannya, yg terkenal empuk dan enak dengan bumbunya yang kuat meresap.








Pengunjung bisa memilih jenis sate yg dihidangkan, apakah memilih dengan gajih (yg mengandung lemak) atau full-daging only, maupun dikombinasikan dengan ati. Beberapa orang memang menganggap sisipan 'gajih' dalam tusuk sate menambah gurih sate kambing yg dimakan, namun bagi beberapa orang yang sangat menjaga diri dari konsumsi makanan berlemak, tentu saja akan menghindarinya. Pengunjung juga bisa memesan gulai kambing untuk melengkapi menu sate nya.

Secara keseluruhan, memang sate kambing di "Sate Ayu" ini agak berbeda, terutama bumbu kecap dan kacangnya yg mungkin sudah diberi paduan bumbu lokal, sehingga rasa yang dominan adalah manis-pedas.
Daging kambing mudanya cukup empuk dan benar2 gurih, sate dibakar 'well-done' hingga benar2 matang dan sedikit garing sesuai permintaan.

Saran penulis, ketika makan sate disini, sebaiknya anda didampingi orang-orang tersayang anda yang senantiasa mengingatkan agar tidak mengkonsumsi sate kambing berlebihan, karena jika tak dikendalikan, anda akan "nambaah.. lagii... lagii.. dan lagiii... "

Monday, October 10, 2011

"Ayam Bakar Bumbu Rujak - Warung Apung" - Day-10 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)

"Ayam Bakar Bumbu Rujak - Warung Apung"
Monday, October 10th, 2011




Jika saya melakukan tugas lapangan ke Cepu, biasanya saya menyempatkan diri untuk singgah ke Rumah Makan "Warung Apung" di Bojonegoro.
Lokasinya cukup strategis, tepat di tepi jalan utama antar kabupaten, dan tidak jauh dari pusat kota.

Guna lebih menarik minat dan rasa penasaran pengunjung, Rumah Makan ini dengan bangga memasang tagline "Ayam Bakar Terdahsyat di Dunia" (untungnya tidak ditambah embel-embel "dan Akhirat". 



Konsep bangunan dan desain ruangannya cukup unik. Pengunjung disuguhi suasana alam pedesaan, lasehan dalam saung/gubuk beratap jerami di atas kolam ikan. 
 Penataan lampu dan hiasan tanaman serta bunga yang cukup indah, membuat tempat ini cocok untuk acara makan bersama keluarga ataupun bagi pasangan yang mencari susana romantis di kampung halaman. 
Sayangnya, semarak serangga sejenis laron yang berkerumun mendekati sumber cahaya, kadang turut meramaikan jamuan makan malam pengunjung. Mungkin bagian dari suguhan atraksi untuk menguatkan kesan alami.



Ayam bakar bumbu rujaknya sangat khas, memiliki perpaduan rasa manis pedas yang akan memanjakan lidah penikmatnya. 
Ada juga beberapa menu unggulan lain seperti Gurame asam-manis, Tahu pong, yang dapat ditutup dengan berbagai hidangan pencuci mulut, seperti berbagai jenis es campur dan varian jus buah.

Jadi, jika anda kebetulan melewati daerah Bojonegoro, tempat ini adalah rumah makan yang layak dikunjungi dan jangan sampai terlewatkan.

Sunday, October 9, 2011

"Sambal Khas Rumah Makan Ampera" - Day-9 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)

Sambal Khas Rumah Makan "Ampera"
Sunday, October 9th, 2011



Memiliki lidah Sunda tentunya membuat saya tak bisa dipisahkan dengan sambal dan lalapan dalam menu makanan. Dan sambal terasi khas ala Rumah Makan "Ampera" adalah salah satu yang paling terkenal enak dan saya sukai. Sambalnya terdiri dari banyak ragam dan bermacam, mulai dari yang manis-agak pedas (sambal kecap), pedas-sedang, hingga yang pedas “pisan" (alias sangat pedas).





Dipadu dengan lalapan dedaunan dan sayuran segar, sambal "Ampera" siap menemani dan menjadikan semua hidangan menjadi lebih nikmat mulai dari ayam dan ikan bakar maupun goreng, tahu-tempe, perkedel kentang, dendeng serta gepuk daging sapi dan lain sebagainya.

"Kereta Senja" - Day-7 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)

Kereta Senja
Friday, October 7th, 2011 


Hari Jum'at, hari kerja terakhir di pekan ini, hari saat jalanan kota akan lebih padat dari biasanya. Hari dimana perjalanan kereta listrik (perkeli) biasanya mengalami gangguan atau keterlambatan. 

Aku pun sudah menyiapkan mental menghadapi segala kemungkinan itu, walau fisik terasa sangat lelah setelah satu minggu penuh ini pekerjaan di kantor sangat menyita beban pikiran, tenaga, dan waktu sampai kadang aku harus lembur hingga larut malam. 




Kereta api listrik merupakan moda alternatif pilihan utama ku dari dan menuju tempat tinggal di kota satelit yang berjarak sekira 30 km dengan kantor yang terletak di pusat ibukota. 

Terhindar dari kemacetan lalu lintas jalan, itulah alasan utamaku memilihnya, meski masih banyak kekurangan di sana sini, seperti seringnya terjadi gangguan persinyalan dan jalur rel, aliran listrik yang tidak stabil, yang berakibat keterlambatan jadwal, pendingin ruangan dalam kereta yang tidak berfungsi, dan yang pasti jumlah kapastias armada yang terbatas, sehingga penumpang harus berjejal penuh sesak di dalam kereta. 

Tapi dengan sekelumit problematika itu, aku tetap lebih memilih kereta. Menurutku masih lebih baik berdiri berhimpitan selama 30-40 menit dalam kereta daripada harus duduk di kendaraan menghadapi kemacetan berjam-jam.



Hari itu aku memutuskan untuk pulang lebih awal dari kantor, karena pekerjaan sudah rampung dan beberapa hari berturut-turut aku sudah kerja lembur hingga larut malam untuk menyelesaikannya. Stasiun kereta di siang menjelang sore hari nampak masih lenggang, senangnya pulang di saat jam kantor pada umumnya belum bubar, penumpang belum ramai.

Benar saja, saat kereta pulang ku tiba dan pintu terbuka, isi kereta masih nampak lenggang, banyak ruang dan tempat duduk tersedia. Duduk di KRL (Kereta Listrik), adalah suatu kemewahan yang luar biasa. 

Senangnya hatiku, langsung saja kupilih tempat duduk yang masih lega dan serta merta menyandarkan punggung bak seorang raja. Seandainya setiap hari bisa kunikmati pemandangan senja dari kereta sore yang lenggang seperti ini, anganku melayang.

Kupejamkan mata sesaat berusaha menikmati kenyamanan ini, sambil tersenyum perlahan kubuka mata. Untung saja tidak ada yang memperhatikan, jika tidak seseorang bisa saja menganggapku memiliki gangguan kejiwaan.

Kereta pun mulai bergerak meninggalkan stasiun. "Tepat waktu !" ujarku, sambil melayangkan pandangan ke sekelilingku. Ketepatan waktu perkeli di hari Jum'at adalah sesuatu yang patut disyukuri.

Terdapat pemandangan unik yang tak setiap hari kutemui. Kulihat sepasang kakek dan nenek di hadapanku duduk berdekatan dan saling berpelukan.



Akupun terenyuh, MahaSuci Tuhan yang telah menciptakan kasih sayang suci antar sesama manusia. Sepasang suami istri yang hingga lanjut usia masih selalu bersama. 

Bahasa tubuh mereka, gerak gerik mereka, seakan menggambarkan bahwa mereka itu satu, layaknya Siti Hawa yang diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, begiu pula sang nenek yang seakan menyiratkan bahwa ia adalah bagian tulang rusuk sang kakek, mereka menyatu dan seakan tak terpisahkan, diciptakan oleh Yang Satu, Sang Khalik Yang Maha Menciptakan.

Lama kuperhatikan pasangan lansia itu, hingga tak terasa kereta sudah mendekati  stasiun tempat pemberhentianku. Sang kakek-nenek nampak masih duduk bersama, aku pun beranjak dari tempat duduk kemudian berdiri tepat di depan pintu di samping mereka, lalu ku sapa sejenak, hanya memastikan bahwa pemberhentian mereka tak terlewat.

"Stasiun Rawa Buntu ya Kek ?!" tanya ku

"Iya, nak.. turun di sini ?" tanyanya ramah.

"Iya, kek.. kakek dan nenek turun di mana ?"

"Kami turun di stasiun Serpong" jawabnya, sambil melirik pada sang nenek dan dibalas anggukan, yang cukup meyakinkan bahwa mereka sudah tau arah tujuan dan pemberhentian di stasiun berikutnya. 

"Kami dari Bogor, mau nengok putra dan cucu kami di Serpong, Nak"  lanjutnya lagi.


"Alhamdulillah yah, kakek sama nenek masih sehat!" jawabku singkat, karena kereta sudah benar-benar berhenti dan pintu pun terbuka.


"Hati-hatii yaaa, Assalammu'alaikum !"  salam ku.


"Iyaa, wa'alaikumsalam" balas mereka.



Aku tutup perjalanan hari itu dengan ucapan syukur keselamatan di perjalanan beserta do'a, semoga kelak Allah Swt. mengkaruniakan cinta kasih suci sejati padaku dan pasanganku, yang tak hanya saling memberi dan menerima hingga lanjut usia seperti pasangan tadi, namun juga dipertemukan di tempat terindah di akhirat kelak.

Amiin.




Wednesday, October 5, 2011

"Kantuk" - Day-3 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)

Kantuk (Cerpen Mini)
Monday, October 3rd, 2011 (19:07 WIB)

 Adhitia Pramadhita 


 Ia menyapa d saat yg tak kuduga,trus mengikuti saat smalam tak kuturuti,"Tinggalkan aku!Kali ini biarkan ku terjaga!"Teriakku 

"Carcinogen" - Day-2 Gerakan 30 Hari Menulis (G30HM)

Carcinogen
Sunday, October 2nd, 2011 (00:37 WIB)




“Uhuuk… uhukk… uhukk!!!” suara batuk kering terdengar dari dalam kamar, tak henti mengusik ketenangan di sebuah rumah sepanjang malam.


“Sabar ya Pak… besok kita kontrol lagi ke dokter!..” ujar Asri pada lelaki paruh baya, yang tak lain adalah suaminya, seraya mengoleskan minyak kayu putih ke dadanya suaminya itu supaya badannya terasa lebih hangat.


“Iya, Sri.. aku hanya ingin cepat… cepat sembuuh!… sakit yang kuderita ini sudah terlalu membebani keluarga kita” timpal Suardi sedikit tersengal, menahan nyeri di dadanya.
Ia menyadari kondisi keuangan keluarga sederhana itu sudah sangat terbebani dengan biaya pengobatan dirinya, belum lagi tenaga, waktu, dan pikiran keluarga dan saudara-saudara yang lelah tersita.


“Iyaa, kita semua juga ingin agar Bapak cepat sembuh. Bapak jangan banyak pikiran dulu, apalagi masalah kerjaan, yang penting Bapak sembuh dulu..” ujar Asri diakhiri senyuman penuh harap namun dengan mata berkaca-kaca, tak terasa air mata pun menetes di pipinya. Suardi mengangguk sambil menyeka air mata di wajah istrinya itu.




Sudah lebih dari enam bulan, Suardi menderita batuk kering yang cukup kronis. Kerap kali ia merasa sesak nafas setelah beraktivitas. Bahkan, saat beristirahat pun belakangan ini kadang ia merasa sesak, pertanda kondisi kesehatannya yang semakin memburuk. Penyakitnya sudah mencapai taraf komplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh, hingga kini ia mudah lelah dan mulai lumpuh. Ia menderita nyeri punggung yang parah, karena tulang-tulangnya menekan saraf-sarafnya, dan menyebabkan kedua tungkainya lemah.
Suardi yang dulu berbadan tegap dan terlihat kuat pun kini nampak lebih kurus dan memerlukan tongkat untuk membantunya berjalan. Dokter memvonisnya mengidap kanker paru stadium lanjut, kesempatan sembuhnya kurang dari 40% dengan ekspektasi hidup kurang dari tiga bulan lagi.
Sebenarnya usia Suardi belum lah terlalu tua, jika dianalogikan dalam usia dinas di kepegawaian negeri sipil, usianya baru saja akan menginjak masa pensiun. Sepanjang hidupnya ia terkenal sebagai orang yang cukup sehat dan jarang sakit, maka keluarga dan rekan kerjanya pun sangat kaget ketika mendengar vonis dokter tersebut.


Selama lebih dari tiga puluh tahun Suardi bekerja di satu perusahaan instalatir listrik. Ia mengawalinya dari posisi teknisi listrik, hingga kini ia menjabat sebagai pengawas. Pekerjaannnya menuntutnya untuk berinteraksi dengan instrumen, peralatan, dan kabel listrik sepanjang waktu.
Ribuan Kilometer kabel listrik telah ia bentangkan bersama tim nya, mulai dari tepi jalan kota ke desa, puncak gunung, tebing, hingga ke dasar lembah, membuat listrik dari pembangkit listrik negara dapat dinikmati masyarakat, bahkan hingga ke pedalaman, terutama di daerah Jawa Barat.

Proyek terakhirnya adalah penyediaan instalasi listrik di Kepulauan Seribu, Pulau Tidung Besar, Tidung Kecil, Untung Jawa, dan sebagainya, namun belum sempat proyek terakhirnya itu rampung, tiba-tiba kondisi kesehatannya menurun bahkan hingga ke titik paling parah. Proyek yang belum selesai itu pun belum menghasilkan, menyebabkan banyak kerugian finansial bagi perusahaannya, hingga ia kehabisan biaya untuk operasi ataupun melanjutkan pengobatan kemotherapi.
…..





“Kamu lihat bentangan kabel listrik itu, Gun ?... Itu semua Bapak bersama teman-teman yang memasang!”.. Ujar Suardi pada anak laki-laki bungsunya. Gunawan, sang anak yang kala itu masih berusia enam tahun pun terperangah “Waah, Bapak hebaat!” serunya penuh bangga.

Percakapan belasan tahun silam itu selalu terngiang dalam kepala Gunawan, ia meresapi betapa besar jasa Bapaknya yang telah berjibaku untuk membiayainya hidup dan sekolahnya, beserta dua saudari perempuannya dari kecil hingga kuliah kini. Kedua kakak perempuannya itu bahkan sudah lulus, Ani baru saja diterima kerja di salah satu konsultan IT sementara Rosi yang tertua sudah menikah dan tinggal bersama suaminya di Sumatera Utara.
…..


Industri kabel memerlukan Timbal (Pb) serta campuran berbagai logam, seperti; Kadmium (Cd), Besi (Fe), Khromium (Cr), Aurum (Au), Nikel (Ni), dan Arsenik sebagai bahan baku utamanya. Logam-logam berat yang bersifat karsinogen tersebut dapat terpapar ke dalam jaringan tubuh manusia melalui saluran pernafasan (inhalsi). Selain itu PVC yang digunakan sebagai insulasi kabel listrik, jika terpapar api/ panas tertentu dapat menghasilkan asap HCl yang dapat menyebabkan fibrosis paru.

Menurut dokter, kebiasaannya merokok diperparah dengan paparan logam berat jangka panjang selama puluhan tahun itulah yang menyebabkan Suardi menderita kanker paru stadium-IV.
…..


Sampai pada suatu siang, batuk Suardi semakin menjadi hingga tak sadarkan diri, Gunawan, Ani, dan Ibunya pun segera membawanya ke rumah sakit, namun tak banyak yang bisa dilakukan, sakitnya terlampau kronis. Sore itu pun Suardi menghembuskan nafas terakhirnya di rumah sakit.

Di hari pemakaman nya, kulihat Gunawan masih sangat terpukul dengan kepergian ayahandanya itu, sebagai anak laki-laki satu-satunya, ia merasa sangat kehilangan dan belum siap mengemban tugas ayahnya menjaga ibu serta saudari perempuannya. Sang bunda pun lebih banyak terdiam dengan tatapan mata kosong. Hanya Ani yang terlihat tegar, Ani pula lah yang pertama kali mendapat informasi vonis dari dokter, karena di keluarganya dia dianggap yang paling kuat dan tenang menghadapi kondisi keluarganya itu.
Pemakaman berlangsung tanpa dihadiri Rosi beserta suami, yang masih belum tiba dari Sumatera Utara, ia berpesan agar jenazah almarhum dapat segera dkebumikan tanpa perlu menanti dirinya demi kemaslahatan bersama.

Banyak pula rekan kerja yang turut hadir melepas kepergian dan mendo’akan almarhum, serta memberi semangat ketabahan kepada keluarganya. Mungkin terbersit di dalam benak mereka, akankah penyakit yang diderita Suardi, rekan kerjanya selama belasan bahkan puluhan tahun itu juga akan menimpa mereka.